Pagi hari yang cerah di hari Jum’at. Aku bangun agak kesiangan yaitu pukul 06.00. Padahal biasanya jam 6 kurang lima menit lho. Abis pas bangun bukannya langsung mandi (kayak di lagu - lagu), malah pakek acara stretching, building, guling – guling en nggelinding dulu sih (bener nggak tuh tulisannya,huehue). Segera menyabet eh mengambil handuk dan tongkat penumbuk kacang milik emak (?). Handuk digunakan untuk mengeringkan badan setelah mandi, dan penumbuk kacang untuk gedor pintu kamar mandi (pantes tuh pintu makin reot aja,kikik). Biarpun sadis kek gitu, tujuannya baik kok. Biar adikku yang mandi sambil berdendang lagu kuc kuc hotahe dengan suara pol – polan bisa mendengar rintihanku yang sedari tadi jongkok putus asa di depan kamar mandi, sambil gedor pintu pakek tumbukan kacangnya emak (lebay dhe). Setelah berdandan ala artis ibu kota (bo’ong ding, bisa dipecat saya dari sekolahan), tinggal make kaos kaki lengkap dengan sepatunya. Eh…bis sekolahku tersayang datang. Terpaksa kutenteng seperangkat alas kaki ke dalam bis. Ugh.. padahal dah cantik – cantik, masa lari tanpa alas kaki menuju ke pinggir jalan. Yah sudahlah, aku pakek di dalem bis deh.Sesampainya di sekolah….. Usai ulangan bahasa Inggris (langsung lupa gimana soalnya), aku dan seluruh penghuni kelas angkat kaki dari kelas yang pengap dan bau rumus (halah). Seperti biasa, aku dan lima sekawanan cewek antik eh cantik (puah!) ini ngibrit ke kantin. Kantin yang rame mendadak jadi ruameeeee buangeeeet (lha kita datengnya keroyokan sih, kikik). “Mami, soto lima! Eh jangan deh, gorengan aja lima!” pesan Ubing semangat. Jadi inilah program hemat. Menurut perhitungan kami, soto plus air jadi dua ribu lima ratus, kalo gorengan plus air kan cuma serebu. Beginilah sahabat sejati satu cekak, semua cekak, satu tajir, semua kena imbasnya (huehehehehe *tersipu). Sementara menunggu pesanan datang kami menyibukkan diri dengan membaca buku, bo’ong ding. Yang ada tu tarik – tarikan kursi ma murid laen (dramatis). Setelah pesanan datang dan kursi berhasil kami rebut (nggak peduli deh mereka makannya lesehan, hihi). Kami makan dengan sumringah plus cabe yang banyak (pantes mami nggak untung – untung yak, ampun mi!). Nggak lupa ngikik nggak jelas, bikin orang – orang ilfil, pengen kabur dari situ, huehhehe.Toooooooth Toooooooooth…..Bel berbunyi dua kali menandakan berakhirnya jam istirahat. Dan dilanjutkan dengan kegiatan klub. “Sebentar teman – teman,” kataku seraya buru – buru menyedot air di gelas minumku. “GLEK, uhuk uhuk”. “Kenapa , Bo?” tanya Kulo. “Se – do – tan – nya - ke - te – len,” jawabku putus – putus. Derli merasa iba dan menabok punggungku, hingga sedotannya muncrat. “Thenkyu, Li,” kataku ditulus – tuluskan.“Gawat, bisa telat ngumpul nih gara – gara insiden sedotan,” batinku. Abis itu segerombolan FP’s pisah. Nema ikut klub biologi, Kyto ikut klub kimia, Derli ikut klub matematika (pada ikut klub bergengsi semua yak). Dan aku ikut klub bahasa Jepang yang baru berdiri dan jarang ngapa – ngapain. Jadi kasihan ma diri sendiri. Tiap les matematika, guruku sering nanyain, “Siapa yang ikut pembinaan matematika?”. Derli ikut klub matematika tapi nggak mau ikut pembinaan. Nema ikut pembinaan biologi. Kyto lagi persiapan ikut pembinaan kimia taon depan. Dan aku? Aku apa? Aku ikut apa, sodara – sodara? Aku ikut klub bahasa Jepang yang nggak ada pembinaannya.Tapi, hari ini ada yang beda. Sensei buat inovasi baru. Aku memasuki ruangan bersama Nayu teman sepadepokanku. Aroma ikan lemuru kering semerbak membelai hidung. “Ne kelas masak ya, Put?” tanya Nayu padaku. “Ngawur! Di sini nggak ada kelas masak tauuuk! Itu beneran ada sensei kok. Eh,…tapi tapi tapi, bisa aja klub bahasa Jepang bubar en sensei alih fungsi jadi koki,” kataku setelah berpikir. Di sana hanya ada kami berdua yan kelas satu dan nggak bawa apa – apa. Padahal yang laen pada bawa sayur, telur, ikan, cermin, bedak, lipstick (mau masak apa kemana sih?). Yah jadilah dengan senang hati kami bengong dengan cengar – cengir nggak jelas (hihi). Tapi, sensei yang baik menyelamatkan kami dari lemparan tomat yang berasal dari kakak kelas yang gemes liat kami nyengir (aduh jadi malu). Dan menggabungkan kami dengan kakak kelas yang masih waras (piss…).Sensei beraksi. Katanya hal ini dilakukan agar kita tahu budaya Jepang. Sensei mulai mengaduk gula dan cuka, kemudian dicampurkan ke nasi ketan (waduh! Sensei mau buat apa tuh? Horor banget kayaknya). Sensei menggelar nori di piring dan meratakan ketan di atasnya. Kemudian merangkai sekumpulan sayur- mayur, telur dan ikan kukus (harusnya sih mentah, tapi lidah Indonesia tak suka itu). Sensei mulai menggulung dan memotong makanan baru itu (bahkan saat itu aku nggak tahu namanya apa, fufufu). Anak – anak mengambilnya satu orang satu. Aku juga nagmbil satu dan mulai mencium aromanya. Hmmmmm……. Wangi ikan asin emak, pasti lezat. Nggak tanggung – tanggung semuanyya langsung diemplok. Dan,…walah rasanya kok kayak gini? Asem cukanya, manis gulanya, asin norinya, kek nano – nano (enakan nano – nano kayaknya). Ckckckckck… mantaplah pokoknya. Nyam nyam, terus mengunyah sambil terus membayangkan makanan Indonesia yang nggak jauh beda ma sushi (lemper, dimakan ma daun pisangnya sebagai pengganti nori, hihi makan tuh!).Duh akhirnya ketelen juga. Ampun deh sama tu sushi. Kyto mah, malah pengen nyoba. Padahal rasanya amburadul (bagiku yang lidahnya mencintai Indonesia, halah!). Dan berkat pengalaman ini, kami FP’s yang kreatif dan berpendidikan (kek mau ngelamar kerja deh), berkumpul di rumah kediaman Kyto. Kami membuat inovasi baru dari sushi (bukan lemper kok). Ketan diganti nasi, gula ma cuka diganti garam, sayurnya diganti bawang, norinya diganti telur dadar. Dan taraaaaa…. Jadilah sushi kuning (hihi). Rasanya mendinganlah buat ukuran lidah kami yang ndeso. Lalu, kami saling bersuap – suapan ria mesra abis kek di pilem telenopela. Kikikikikikikikiki .
Rabu, 14 April 2010
Langganan:
Postingan (Atom)